SEMAR
GARENG
PETRUK
BAGONG
Punakawan, tokoh-tokoh didalamnya (Semar, Gareng, Petruk, Bagong) sesungguhnya tidaklah ditemui dalam kisah mahabharata asli atau versi mitologi Hindu. Tokoh-tokoh itu dimunculkan hasil dari modifikasi oleh Sunan Kalijaga, yang menyebarkan Islam di Jawa dengan kisah pewayangan sebagai salah satu sarananya. Punakawan terdiri dari empat tokoh dengan berbagai karakter unik di dalamnya seperti: Semar yang selalu menjadi si bijak yang kaya ilmu dan memiliki sumbangsih yang besar pada ndoro-ndoronya lewat petuah-petuah yang disampaikan, meski kadang dengan gaya bercanda. Gareng yang sebenarnya memiliki pemikiran-pemikiran luar biasa, cerdik dan pandai, namun tidaklah cakap dalam berkata-kata, alhasil Gareng lebih sering menjadi peran dibalik layar dengan ide-idenya yang dijalankan oleh orang lain. Petruk disini memiliki watak sebagai tokoh yang tidak punya kelebihan apa-apa selain banyak omong, ya boleh dibilang karakter Petruk ini berkebalikan dengan karakter si Gareng. Sedangkan si Bagong, dia ini lebih pada bayang-bayang Semar, cerdas dalam menyampaikan kritik-kritik lewat humor yang dilontarkan, mungkin dapat disamakan dengan tokoh abu nawas atau Nasrudin dalam kisah-kisah humor sufi.
Kalau dicermati betul, karakter yang terdapat dalam tokoh-tokoh punakawan tadi mewakili karakter-karakter pemimpin yang ada di Indonesia. Ada Gareng yang sebenarnya cerdas dan pandai tapi tidak pintar dalam bercakap, akhirnya hanya bisa jadi pemimpin temporary, cuma sebentar thok. Ada yang persis Petruk, nggak bisa apa-apa alias oon tapi pintar omong dan berlagak menjadi ratu dengan beking nama besar si Semar bapaknya, sudah bisa dilihat hasilnya seperti apa. Ada juga yang seperti Bagong, pandai, bijak, dan kritis, tapi selalu melontarkannya dalam bentuk humor, hasilnya ya rakyat meragukan kapabilitasnya. Nah, yang kurang tinggal karakter Semar. Bila ada sosok dengan karakter semar ditambah peruntungan sebagai pemimpin(karena tokoh Semar seberapapun bijak dan pandainya dia, namun dia hanyalah seorang abdi dalem, bukan pemimpin), pastilah negeri ini yang aslinya gemah ripah loh jinawi, akan menjadi seperti itu adanya.
Pemunculan Punokawan dalam setiap pertunjukan wayang memiliki beragam fungsi; dapat sebagai pemberi warta, sebagai penasihat dengan kata-kata bijaknya, dapat sebagai badut yang menghibur tanpa tendensi apa-apa, dan dapat pula muncul sebagai kritisi sosial terhadap kejadian yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar