Minggu, 20 November 2011

PERAN GANDA SASTRA ISLAMI

Filed under: Tentang Sastra

Yayat Hendayana
Islam tak henti-henti diuji. Bahkan oleh pengikutnya sendiri. Tak merasa cukup dengan sebutan Muslim, banyak orang Islam menambahkan berbagai predikat untuk menunjukkan identitas keislamannya. Maka lahirlah Islam liberal, Islam moderat, Islam garis keras, Islam fundamentalis serta predikat-predikat lainnya. Lalu ada pula kelompok yang merasa paling memiliki Islam sehingga merasa perlu untuk menyebut dirinya “pembela Islam”. Untuk “membela” agamanya itu, mereka merasa berhak untuk melakukan tindakan apa pun. Celakanya, mereka yang berada di luar kelompoknya dianggap bukan Muslim. Mereka harus disingkirkan, diganyang, dengan cara apa pun, dengan cara-cara yang tidak islami sekalipun.
Islam terpecah-pecah dalam berbagai kelompok, yang masing-masing kelompok merasa paling Islam dari yang lain. Islam pun menjadi lemah karena ummatnya tercerai-berai. Padahal, dengan penganut yang sedemikian banyaknya seharusnya pemikiran-pemikiran Islam mampu mengendalikan dunia. Dalam konteks Indonesia, penganut Islam yang 90% jumlahnya, sesungguhnya harus mampu berada di depan dalam setiap upaya yang bersifat kemanusiaan, termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Begitulah kondisi Islam secara internal.
Secara eksternal, ketidaknyamanan sedang melanda jiwa kita sebagai Muslim. Orang-orang di luar Islam memandang kita sebagai biang terorisme. Tak ada Negara Barat yang tidak mencurigai orang Islam yang datang berkunjung. Kehadiran orang Islam di sebuah Negara (Barat) dikhawatirkan menjadi bagian dari jaringan terorisme internasional. Oleh karena itu kehadiran orang Islam harus selalu dicurigai. Bahkan kalau mungkin negara harus tertutup bagi kehadiran orang Islam.